Sabtu, 06 Februari 2016

Imam Nawawi, Pengikat Ilmu dengan Buku

“<i>Ilmu itu buruan, dan tulisan itu pengikatnya. Maka, ikatlah buruan itu dengan tali yang kuat</i>.” Pribahasa Arab yang saya dengar ketika sekolah dulu menggambarkan betapa pentingnya menulis. Salah satu media karya tulis adalah buku. Buku tidak hanya memperlihatkan pesan dan wacana yang dibangun oleh penulis dalam mengemukakan ide dan pikirannya, tetapi buku juga menawarkan berita (<i>news</i>), ilmu pengetahuan, keterampilan praktis, dan hiburan.

Tidaklah heran bila buku disebut juga sebagai jendela dunia. Karena dengan membaca buku, berarti kita telah berjalan-jalan dengan ide dan pikiran penulis. Bila tulisan sang penulis mampu menggugah dan membangun jiwa sang pembaca, maka tidak heran bila buku tersebut dapat mereformasi peradaban manusia di seluruh dunia. Tidak jarang kita temukan bahwa seseorang berubah, entah dalam paradigma ideologis, sosial atau budaya karena telah membaca suatu buku. Itulah kekuatannya buku.




Namun, seyogyanya dalam membaca buku, kita dapat mengikat bacaan-bacaan tersebut dengan tulisan. Tulisan-tulisan yang tertuang dalam buku untuk turut mengembangkan dan menambah wacana keilmuwan. Maka, mari kita mengikat ilmu kita dengan menuliskannya dalam buku, sehingga dengan buku kita tidak hanya mencari ilmu pengetahuan, tapi ikut juga menebarkannya.

Bagi sebagian Muslim, nama Imam Nawawi sudah tidak asing lagi. Beliau adalah <span lang="IN">ulama besar yang terkenal dengan karya tulisnya. Imam Nawawi memiliki nama lengkap Yahya bin Syaraf an-Nawawi ad-Damasyqi. Adapun nama Nawawi sendiri diambil dari tempat tinggal beliau, yaitu daerah Nawa, Khauran, Damaskus Selatan. Kota Damaskus ini sekarang menjadi ibu kota negara Suriah.

Beliau juga sering dipanggil Abu Zakaria (ayah Zakaria), dan beliau juga memperoleh gelar <i>Muhyiddin</i> (yang menghidupkan agama). Beliau sosok yang zuhud, wara, sederhana, dan qana’ah. Beliau adalah seorang yang terkenal dengan ibadah dan menulisnya. Karena kecintaannya dalam menulis, tak jarang beliau menghabiskan malam untuk menulis. Beliau pernah menulis, “Aku menulis dengan berbagai hal yang berhubungan dengan tulisan, baik penjelasan kalimat yang sulit maupun pemberian harakat pada kata-kata. Allah telah memberi berkah untuk waktuku.”

Beliau meninggal dalam usia masih muda, yaitu 45 tahun. Lahir tahun 631 H, dan meninggal tahun 676 H. Namun, meskipun meninggal dalam usia yang relatif muda, beliau telah menghasilkan sekitar 40 judul karya tulis, di antaranya:
1. Hadits Arba’in (Kumpulan Hadits).
2. Riyadush shalihin (Kumpulan Hadits).
3. Syarah Shahih Muslim (Hadits Muslim).
4. Syarah Shahih Bukhari (Hadits Bukhari).
5. Minhajuth Thalibin (Fikih).
6. Raudhatuth Thalibin (Fikih).
7. Al Majmu’ (Fikih, ijtihad Imam Nawawi).
8. Tahdzibul Asma’ wal Lughat (Biografi ulama, dan arti dari kata-kata bahasa Arab).
9. At-Tibyan fi adab hamalatil qur’an (Akhlak).
10. Al-Adzkar (Akhlak).
11. Al-Maqashid (Akidah).

Demikianlah biografi singkat Imam Nawawi. Semoga menjadi pembelajaran bagi kita semua, terutama saya dalam meningkatkan produktifitas belajar dan menulis.

Rasulullah Saw bersabda, “<i>Manfaatkan lima perkara sebelum datang lima perkara, yaitu: waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, dan hidupmu sebelum datang kematianmu</i>.” <b>(HR. Bukhari dan Muslim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar